Diduga melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan, seorang oknum anggota Badan Perwakilan Desa atau BPD di Desa Sekayuk Mudik, Kecamatan Bang Haji, Bengkulu Tengah, berinisial Aw (33 tahun) dilaporkan warganya bernama Samsudin ke Polda Bengkulu, Rabu (19/3/2025).
Samsudin melalui Ana Tasia Pase SH.,M.H selaku kuasa hukumnya, menjelaskan kasus ini bermula pada September 2024 saat pelapor bermaksud mengajukan permohonan membuat sertifikat rumah melalui proyek operasi nasional agraria atau Prona melalui kepala desa.
Namun setelah melakukan pengukuran, kata Ana, Kepala Desa Sekayuk Mudik menyatakan bahwa tanah tersebut sudah pernah diterbitkan sertifikatnya. Untuk memastikan pernyataan Kades tersebut Samsudin lalu mendatangi kantor BPN Bengkulu Tengah.
“BPN menyatakan bahwa sertifikat tersebut telah terbit pada tahun 2018,” kata Ana Tasia Pase. Sertifikat Hak Milik atau SHM itu bernomor 00398 atas nama Samsudin.
Lebih mengejutkan lagi, kata Ana, sertifikat atas nama kliennya tersebut sudah dua kali diagunkan di BRI Pondok Kelapa melalui salah satu notaris. “Sertifikat tersebut diagunkan atas nama Aw,” kata Ana.
Mendapat informasi tersebut, adik pelapor dan saudara lainnya lantas mendatangi kepala desa yang lama untuk meminta penjelasan. Dari kepala desa yang lama diketahui bahwa yang menerima sertifikat atas nama korban adalah terlapor Aw yang dibuktikan dengan paraf.
Kades lama juga menjelaskan bahwa pada tahun 2017/2018 korban memang pernah mengajukan dua bidang tanah untuk Prona, yakni kebun dan tanah yang di atasnya ada rumah yang saat ini menjadi objek perkara.
Sebelum membawa perkara ini ke polisi, pelapor dan terlapor sebenarnya sudah menempuh cara kekeluargaan menyelesaikan persoalan. Dimana terlapor sudah mengakui sertifikat yang diagunkan merupakan milik pelapor dan bersedia mengembalikannya pada tanggal 23 September 2024.
“Namun hingga saat ini sertifikat tersebut tak dikembalikan,” kata Ana.
Ana menyatakan dugaan pemalsuan dokumen juga terjadi dalam pengajuan pinjaman di BRI Pondok Kelapa, dimana dalam proses pinjaman seharusnya pihak bank dan notaris melakukan pengecekan antara no identitas dan tanggal lahir yang tercantum di setifikat dengan pihak yang terkait baru dilakukan pencairan.
“Akan tetapi patut diduga adanya pemalsuan tersebut sehingga proses pencairan berjalan dengan lancer,” tukasnya.
Karena itu, kata Ana, terlapor diduga melanggar Pasal 264 tentang pemalsuan dokumen resmi dan Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan, sehingga kliennya menderita kerugian materiil sekitar Rp400 juta.
“Kita berharap kepada penyidik Polda Bengkulu membuka tabir kebenaran terhadap klien kami ini. Kemudian kami mohon kepada pihak polda Bengkulu memberikan perlindungan hukum kepada klien kami sebagai pihak yamg dirugikan,” tutupnya.